🎉 Harta Yang Diwakafkan Tidak Boleh Dijual Atau Dihibahkan Tetapi Untuk

Dimensisatu dan dua sering dibahas dan disampaikan dalam berbagai kesempatan. Tetapi yang ketiga, yakni ihsan sering dilupakan dan tidak dianggap. Padahal, ihsan sangat penting. Jika iman adalah c Harta yang diwakafkan bersifat kekal kemanfaatannya. Berarti harta wakaf tidak boleh dihabiskan, tetapi ditahan hartanya dan diambil manfaatnya. d. Wakaf boleh dilakukan untuk selamanya atau dalam jangka waktu tertentu. e. Pemanfaatan harta wakaf untuk kepentingan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam. Kedua: Jika seseorang telah mewakafkan sesuatu maka telah berlaku hukum wakaf, dan hak orang yang berwakaf tersebut menjadi terhenti, tidak bisa lagi memanfaatkan harta yang telah diwakafkan, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Orang yang berwakaf tidak bisa kembali menarik wakafnya meskipun ia membutuhkannya. . JAKARTA -Ketika seseorang atau sebuah lembaga menerima harta wakaf. Maka mereka harus amanah dalam mengelolanya. Namun, bagaimana jika harta wakaf tersebut dijual dan hasilnya digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat. Jual harta wakaf atau tukar guling wakaf dikenal sebagai istibdal. Dalam buku Bolehkah Jual Harta Wakaf tulisan ustazah Isnawati, hukum istibdal ini berbeda pendapat keemlat mahzab. Dalam hadist Bukhari dijelaskan Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Umar bin Khattab mendapat sebidang tanah di khaibar. Beliau mendatangi Rasulullah SAW meminta pendapat beliau "Ya Rasulullah, aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar yang belum pernah aku dapat harta lebih berharga dari itu sebelumnya. Lalu apa yang anda perintahkan untukku dalam masalah harta ini?". Maka Rasulullah SAW berkata, "Bila kamu mau, bisa kamu tahan pokoknya dan kamu bersedekah dengan hasil panennya. Namun dengan syarat jangan dijual pokoknya tanahnya, jangan dihibahkan, jangan diwariskan." Maka Umar ra bersedekah dengan hasilnya kepada fuqara, dzawil qurba, para budak, Ibnu Sabil juga para tetamu. Tidak mengapa bila orang yang mengurusnya untuk memakan hasilnya atau memberi kepada temannya secara makruf, namun tidak boleh dibisniskan.” Dalam hadits tersebut nabi secara tegas melarang mengubah harta benda wakaf yang telah diwakafkan, menjualnya, mewariskannya atau bahkan hanya sekedar menghibahkannya. Namun sebagian ulama memiliki pandangan tersendiri mengenai istibdal. Jika di dalamnya ada kemashlatan yang lebih besar, para ulama berbeda tentang hukum dan ketentuannya. Menurut Mahzab Hanafi Menurut Al-Kasani menyebutkan di dalam madzhab Hanafi menukar harta wakaf dibolehkan apabila wakif mensyaratkan di dalam ikrar wakaf, dan ini merupakan pendapat dari Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad. Namun mereka berbeda pendapat apabila wakif tidak menyebutkan untuk menukarkannya sewaktu-waktu, saat melakukan ikrar wakaf. Mahzab Maliki Madzhab Maliki tidak membolehkan praktik tukar guling atau menjual harta wakaf. Namun dalam permasalahan ini mereka mengecualikan dalam keadaan-keadaan tertentu. Madzhab Maliki memberikan ketentuan menjual tanah wakaf atau rumah atau apa saja selain masjid, jika berhubungan dengan kepentingan oranng banyak, maka dalam pelaksanaannya hendaklah melibatkan hakim atau pemerintah, dan bahkan pemerintah bisa memaksa untuk menukarnya, tapi dengan syarat memberikan penggantian yang hasilnya dibelikan harta wakaf pengganti. Mahzab Syafii Madzhab asy-Syafii tidak jauh berbeda pendapatnya dengan madzhab Maliki, bahkan lebih bersikap ketat dan tegas terhadap tindakan istibdal, demi menjaga kelestarian barang wakaf. Imam Syafi’i melarang secara mutlaq menjual atau menukar masjid, meskipun masjid tersebut telah rapuh atau rusak. Mahzab Hambali Al-Mardawi menyebutkan dalam kitabnya “alInshaf”, tidak diperkenankan seseorang menukar harta wakaf, kecuali harta tersebut telah rusak atau berkurang atau hilang manfaatnya. Maka boleh dijual, kemudian hasilnya dibelikan semisal yang telah dijual, seperti seekor kuda perang yang telah diwakafkan, kalau kuda tersebut sudah tidak bisa dimanfaat atau dipakai buat perang, maka boleh menjualnya, kemudian hasilnya dibelikan dengan kuda yang bisa dibawa untuk berperang, begitu juga dengan bangunan masjid kalau sudah tidak layak, tidak bisa dipergunakan, maka boleh merenovasi atau menggantinya dengan yang masjid yang serupa. Pelaksanaan istibdal hanya boleh dilakukan kalau harta wakaf tersebut mengalami kerusakan atau tidak berdayaguna, selama masih memberi manfaat tidak boleh melakukan penukaran. Pendapat madzhab ini terkait perubahan kondisi harta wakaf itu seperti hilangnya dayaguna dan manfaatnya, atau ada situasi darurat yang menimpa barang wakaf, seperti diperlukan dalam rangka perluasan masjid atau pelebaran jalan. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini Banyak dari kita mungkin bertanya-tanya mengapa harta wakaf tidak boleh dijual. Wakaf sendiri biasanya berupa tanah, tapi sekarang sudah lebih variatif. Seperti wakaf sumur, bangunan, tempat ibadah, sekolah dan lain sebagainya. Ketika berwakaf, maka hak atas harta yang diwakafkan tersebut tidak lagi milik pewakaf atau sudah hilang status kepemilikannya. Seperti arti wakaf dalam bahasa arab, yakni berhenti, pindah atau menahan. Maka artinya, jika sudah diwakafkan tidak boleh dipindahtangankan. Alasan Harta Wakaf Tidak Boleh Dijual Diceritakan dalam suatu riwayat, Ibnu Umar pernah memperoleh sebidang tanah di Khaibar. Kemudian beliau mendatangi Nabi Muhammad SAW untuk meminta nasihat, “ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, yang saya tidak pernah mendapatkan harta lebih baik dari pada tanah itu, maka apa yang akan engkau perintahkan kepadaku dengannya?”. Rasulullah menjawab, “jika engkau berkenan, tahanlah pokoknya, dan bersedekahlah dengan hasilnya.” Maka bersedekahlah Umar dengan hasilnya, sementara untuk pokoknya tidak dijual, dihadiahkan maupun diwariskan Umar menyedekahkan hasilnya untuk orang fakir, budak, kerabat dan orang-orang yang sedang berjuang di jalan Allah. Pengurusnya diperbolehkan untuk menikmati hasilnya dengan cara makruf serta memberikannya kepada teman tanpa meminta harga HR. al-Bukhari. Dalam hadis tersebut menjelaskan bahwa sesuatu atau harta yang sudah diwakafkan maka tidak boleh dijualbelikan. Kecuali apabila harta tersebut dikelola atau jenis wakaf produktif, maka hasil keuntungannya boleh dimanfaatkan untuk kepentingan umum sesuai akad dari wakif. Bagaimana Jika Benda Wakaf Sudah Rusak atau Kurang Bermanfaat? Dikutip dari kitab wakaf, apabila barang/benda yang diwakafkan sudah mulai berkurang manfaatnya atau rusak maka boleh dipergunakan untuk lainnya yang serupa. Boleh dijual dan hasilnya untuk meneruskan wakafnya. Sementara apabila harta benda wakaf tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan penerimanya mauquf alaih, maka boleh menukar dengan barang lain yang memiliki nilai sama, asalkan sudah meminta izin kepada wakif. Pada intinya, wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi penerimanya. Seperti yang kita lihat, banyak tanah wakaf yang kemudian dikembangkan menjadi pondok pesantren, tempat ibadah bahkan rumah sakit. Wakaf juga bisa loh diberikan dalam bentuk sumber air bersih seperti sumur. Banyak daerah-daerah di Indonesia yang masih mengalami krisis air bersih karena tidak memiliki sumber air mandiri. Yuk, sisihkan sedikit harta kita untuk meringankan beban mereka yang tinggal di daerah krisis air bersih dengan membantu membuatkan sumur bor/gali. Donasi Sekarang Pengertian Wakaf dan Hukum Wakaf Dalam Islam Bahas Lengkap – Dalam Islam sudah tidak asing lagi dengan kata “wakaf”. Benda yang dapat diwakafkan merupakan benda yang tahan lama, tidak hanya sekali pakai dan benda tersebut bernilai menurut ajaran Islam. Benda wakaf tidak bisa dimiliki oleh perorangan, benda wakaf diwakafkan kepada sekelompok orang atau orang yang bisa memanfaatkan benda wakaf tersebut untuk kepentingan umat. Berikut ini akan dijelaskan tentang pengertian wakaf menurut bahasa, menurut istilah, para Imam Mazhab dan pemerintah serta hukumnya dalam Islam. Pengertian Wakaf Pengertian wakaf secara bahasa bererti menahan’. Menurut istilah syara’ wakaf ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya dapat diartikan sebagai sikap untuk tidak menjual dan tidak memberikan serta tidak pula mewariskan, tetapi hanya menyedekahkan untuk diambil manfaatnya saja dalam pada skala umum tidak untuk individu tertentu. Mazhab Imam Syafi’i dan Hambali mendefinisikan wakaf yakni seseorang yang menahan hartanya demi dimanfaatkan dalam segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai wujud ketundukan kepada Allah. Selanjutnya definisi wakaf dari mazhab Hanafi adalah menahan harta benda dengan melepaskan hak kepemilikannya menjadi milik Allah. Seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan terus-menerus, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan. Pengertian yang sedikit berbeda dari imam Abu Hanafi adalah menahan harta benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya. Merujuk pada definisi dari Abu Hanifah dapat dipahami bahwa harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf wakif selama ia masih hidup. Hal tersebut bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual atau dihibahkan. Pengertian wakaf yang lain dari mazhab Maliki adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun hanya sesaat. Bertolak pada pandangan semua Imam, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan peraturan terkait wakaf. Peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Dengan berbekal pemahaman terhadap beberapa pandangan terkait wakaf, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian. Namun hanya boleh diambil manfaatnya dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah, bangunan, dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushola, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya. Hukum Wakaf Dalam Islam Secara hukum wakaf sama dengan amal jariah. Melihat dari sifatnya wakaf tidak sekadar berdema dengan berbagi harta seperti kebanyakan amal sedekah. Namun lebih besar pahala yang akan didapat oleh orang yang berwakaf. Tingkat kebermanfaatan wakaf juga menjangkau banyak orang karena sasarannya adalah kemanfaatan secara umum, tidak tertuju pada individu. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam sebuah hadits Artinya “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga macam, yaitu sedekah jariyah yang mengalir terus, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya.” HR Muslim Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” HR Bukhari dan Muslim Pengetahuan dasar tentang wakaf semoga bisa membuat kita lebih memahami fungsi sosial kita sebagai manusia. Hukum wakaf mengajarkan kita tentang nilai kemuliaan seorang manusia yang harusnya diukur dari tingkat kebermanfaatannya sebagai manusia untuk sesamanya dan agamanya. Mari menjadi mulia dengan terus menjadi lebih bermanfaat untuk sesama dan agama. Demikianlah pembahasan mengenai Pengertian Wakaf dan Hukum Wakaf Dalam Islam Bahas Lengkap, semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Terimakasih 🙂

harta yang diwakafkan tidak boleh dijual atau dihibahkan tetapi untuk